Resensi Novel Bumi Bidadari

Resensi Novel Bumi Bidadari



Judul buku                        : Bumi Bidadari

Pengarang                        : Taufiqurrahman al-Azizy

Penerbit                            : DIVA Press

Tahun terbit                      : Cetakan pertama 2012

Harga                                 : 50.000

         Novel Bumi Bidadari ini di tulis oleh Taufiqurrahman al-Azizy yang lahir di Jawa Tengah pada tanggal 9 Desember 1975. Taufiqurrahman pernah menjadi santi di Pondok Pesantren Ilmu al-Qur’an Hidayatul Qur’an lalu melanjutkan kuliahnya di sebuh perguruan tinggi Universitas sains al-Qur’an Jawa Tengah di Wonosobo.
         Novel karya Taufiqurrahman yang sangat terkenal dan banyak di sukai adalah trilogi novel spiritual Makrifat Cinta, Musafir  Cinta, dan Munajat Cinta.


         Novel Bumi Bidadari ini menceritakan kehidupan seorang gadis yang telah di tinggalkan oleh ayahnya. Gadis tersebut bernama Fatimah Az-Zahra yang dipanggil dengan sebutan Imah. Imah tinggal bersama Ibu dan adiknya yang bernama May. Sepeninggalan ayahnya Imah harus menggantikan peran ayahnya sebagai tulang punggu keluarga untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Imah adalah seorang gadis yang berbeda di antara pemuda Arthapura karena Imah lebih memilih untuk mencari uang dengan mengurus ladang peninggalan almarhum ayahnya. Bulan Ramadhan pun telah berlalu umat muslim pun tak sabar untuk menyambut hari raya raya khususnya umat muslim di Arthapura karena dengan adanya lebaran masyarakat yang bekerja di luar dapat pulang dan berkumpul dengan keluarga di desa. Akan tetapi, kesepian dan sedihan menyelimuti hati keluarga Imah karena mereka harus melewati lebaran kali ini tanpa ayah tercintanya dan harus tabah dengan perkataan orang-orang diluar sana.

          Ki Muhsin Labib, ayah dari pras sangat menyayangkan penolakan lamaran yang dilakukan oleh Imah. Akhirnya, Ki Muhsin Labib memutuskan untuk menyuruh Bowo untuk mencari informasi tentang Imah seorang gadis Arthapura itu untuk menjawab semua rasa penasaran pada dirinya. Bowo merupakan sahabat dekat anaknya. Setelah lama Bowo mencari informasi tentang Imah, Bowo menemui Ki Muhsin Labib untuk menceritakan informasi yang telah ia dapatkan.

          Ki Muhsin Labib dan Nyi Sumirah berniat membantu Imah untuk mewujudkan cita-citanya dan menemui Imah di Arthapura. Nyi Sumirah menyampaikan niat baiknya untuk membantu Imah dalam mendirikan sebuah persantren di belakang rumahnya.

          Imah pun berpikir dan meresapi apa yang sebenarnya terjadi ia pun setuju dengan perkataan adiknya, akan tetapi Imah berpikir kembali apabila kita menerima bantuan tersebut itu akan membatu.

          Akhirnya Imah meminta petuah terhadap Kiai Mukhtar. Kiai Mukhtar hanya bisa memberikan saran kepada Imah bahwa ia harus menikah dengan Pras sebab dengan ia menikah dengan Pras kamu akan menemukan Allah melalu meraka dan Kiai Muhktar menyarankan Imah untuk bermunajat kepada Allah.

          Duka cita menyelimuti hati masyarakat Arthapura karna Kiai Mukhtar orang yang terhormat dan orang yang paling dihargai telah menghadap kepada sang Illahi. Imah pun sedih karena telah kehilangan seorang yang telah memberikan masukan padanya, dan ia pun makin teringat akan petuah Kiai Mukhtar. Imah pun memberi tahu kepada ibu dan adiknya, bahwa ia ingin menikah dengan Pras, ibunya pun heran dengan keputusan yang ia ambil. May yang mendengar pernyataan kakaknya ia pun menolaknya dengan tegas apabila kakaknya tetap ingin menikah dengan Pras, May pun ingin memutuskan kuliahnya.

          Suatu hari Imah pun menghampiri Ilham untuk mengantarkannya ke rumah Pras, Ilham pun bertanya apa yang mau Imah lakukan. Mendengar penjelasan Imah, Ilham pun menekankan perkataanya pada Imah bahwa ia sangat mencintai Imah dan ia tidak rela seorang gadis seperti Imah harus jatuh di pelukan seorang pria seperti Pras. Akhirnya Ilham terhanyut akan rayuan Imah dan menemani Imah datang ke rumah Pras, tanpa di duga saat ini Bowo sedang mencarikan jodoh untuk Pras yang tiba-tiba meminta untuk menikah.

          Bukit sudah meraka lewati, Ilham meliat Bowo yang sedang duduk di depan rumah, meraka pun menghampiri Bowo. Mendengar penjelasan Ilham dan Imah, Bowo kaget serta mengucapkan syukur akan tetapi aneh dengan keputusan Imah yang sebelumnya telah menolak lamaran sahabatnya itu, tanpa basa-basi Bowo pun mengajak mereka ke rumah Pras, kedua orang tua Pras sangatlah bahagia mendengar keputusan Imah karena meraka akan memiliki seorang mantu yang sangat sholihah dan baik.

          Hari yang ditunggu-tunggu telah tiba, terlihat dari raut wajah Imah yang sangat bahagia dengan wajah yang sangat cantik, akan tetapi berbeda dengan pasangannya, Pras ia tampak murung dan tidak memiliki gairah untuk hidup. Pernikahan yang dihiasi dengan kebahagian dan juga kesedihan yang mengalir pada ibu dan adik Imah.

          Delapan bulan berlalu Imah telah tinggal di rumah sendiri yang dibuatkan oleh mertuanya, Imah menjadi guru ngaji di desa itu dan membagi ilmunya kepada tetangganya. Selama delapan bulan pernikahan berlangsung kehidupan Imah secara material telah berubah akan tetapi terjadinya perubahan pada diri Pras yang semula ia taat beribadah dan berubah menjadi seorang yang berhati iblis yang selalu menyiksa Imah ketika istrinya mengerjakan suatu perintah dan tidak sesuai dengan hatinya. Imah selalu sabar dan selalu menyerahkan semuanya kepada Allah, ia telah hamil tua dan penduduk sana sudah mengetahui perbuatan yang di lakukan Pras pada istrinya itu.

          May menghampiri kakaknya yang selama ini ia tidak bertemu, mereka berpelukan dan menangis bersama May pun kaget melihat keadaan kakaknya yang pucat dan badannya yang kurus. May pun menemui kakak iparnya itu yang sedang berada di rumah orang tuanya, May tanpa kata-kata langsung memukul Pras dari belakang dan ia pun terjatuh tak ada temannya yang berani membantunya, sebab mereka tidak mempunyai benda untuk melawan. Warga pun yang mendengar suara gaduh pun mencari pusat suara tersebut lalu menggerumbuli rumah Pras. Tak di sangka bahwa Bowo telah menyusun rencana agar sahabatnya itu menerima hukuman yang jera dengan mengadukan kepada polisi. Suasana semakin panas dimana orang-orang memojokan Pras, orang tua Pras sudah pasrah apa yang akan terjadi pada anaknya itu. Pras pun memohon ampun akan tetapi para warga sudah tidak peduli lagi dengan kata maafnya, Ilham yang dimana telah mengetahui apa yang telah terjadi pada orang yang sangat ia sayangi, ia pun tak ambil pikir lagi untuk menghabisi Pras akan tetapi Imah pun lari mendekati dan memeluk Pras dan meminta maaf kepada semua orang atas perilaku yang dilakukan oleh suaminya itu. Tanpa sadar Ilham telah melukai Imah, hingga Imah terjatuh dan hampir melahirkan.

          Seiring proses kelahiran datanglah sekelompokan aparat yang ingin menangkap Pras, Pras meminta waktu untuk menemani istrinya selama persalinan dan meminta maaf terhadap istrinya atas apa yang selama ini telah ia lakukan. Ilham pun menjeput ibu Layla untuk melihat anaknya mejalani proses persalinan. Dimana Imah memanggil suaminya dan berbicara pada Pras bahwa ia telah memaafkan suaminya dan ia bersyukur bahwa suaminya telah kembali lagi menjadi orang yang taat, Imah pun memanggil adiknya May untuk menemani kakaknya dan berbicara. Imah berakata pada May janganlah memiliki rasa dendam kepada orang lain, tak lelahnya Imah menceritakan kisah al-Ashma’i pada adiknya itu dengan menahan rasa sakit dan ketidak kuatan Imah untuk melahirkan seorang bayi. Suara bayi pun telah terdengar orang-orang yang berada di luar kamar pun mengucap syukur akan tetapi terdengar jeritan May, dimana ia harus kehilangan seorang menantu yang sangat baik seperti bidadari. Anaknya perempuan sama seperti ibunya dimana wajahnya bercahaya dan cantik. Sepeninggalan Imah, May dan ibunya pun mengasuh anaknya, May pun berniat seperti kakaknya untuk mengabdikan dirinya pada Pras.

refkyanwar.blogspot.com/resensinovel/bumibidadari13102016

Tidak ada komentar:

Posting Komentar